Sebagai salah satu
teknik rekayasa reproduksi, program bayi tabung memiliki sejumlah keunggulan
dan kelemahan. Apa sajakah itu? Anak adalah dambaan setiap pasangan suami istri
(pasutri). Tapi faktanya, tak semua pasutri dapat dengan mudah memperoleh
keturunan. Data menunjukkan, 11-15 persen pasutri usia subur mengalami
kesulitan untuk memperoleh keturunan, baik karena kurang subur (subfertil) atau
tidak subur (infertil).
Kini, seiring
makin majunya ilmu dan teknologi kedokteran, sebagian besar dari penyebab
infertilitas (ketidaksuburan) telah dapat diatasi dengan pemberian obat atau
operasi. Namun, sebagian kasus infertilitas lainnya ternyata perlu ditangani
dengan teknik rekayasa reproduksi, misalnya inseminasi buatan, dan pembuahan
buatan seperti tandur alih gamet intra-tuba, tandur alih zigot intra-tuba,
tandur alih pronuklei intra-tuba, suntik spermatozoa intra-sitoplasma, dan
fertilisasi in vitro. Nah, yang disebut terakhir (fertilisasi in vitro/FIV),
lebih dikenal dengan sebutan bayi tabung. Ini merupakan salah satu teknik hilir
pada penanganan infertilitas.
Teknik ini
dilakukan untuk memperbesar kemungkinan kehamilan pada pasutri yang telah
menjalani pengobatan fertilitas lainnya, namun tidak berhasil atau tidak
memungkinkan. Artinya, FIV merupakan muara dari penanganan infertilitas. Dalam
FIV, spermatozoa suami dipertemukan dengan ovum (sel telur) istrinya di luar
tubuh hingga tercapai pembuahan. Menurut Prof Dr Ichramsjah A Rachman SpOG(K),
spesialis obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
(FKUI), kehamilan akan terjadi jika semua alat reproduksi berfungsi sebagaimana
mestinya. Sebaliknya, jika salah satu alat reproduksi tidak berfungsi, misalnya
saluran tuba sang istri mengalami penyumbatan sehingga menghalangi masuknya
sperma, maka hal ini bisa menyebabkan sperma dan sel telur tidak bertemu.
''Jika ini yang terjadi, bagaimana bisa terjadi kehamilan. Nah, biasanya karena
alasan ini pasutri memutuskan untuk mengikuti program ini (bayi tabung),'' kata
Ichramsjah.
Bertahap
Program bayi
tabung ini dilakukan secara bertahap. Dimulai dengan pendaftaran diri oleh
pasutri yang berminat mengikuti program ini. Pada tahap ini, peserta biasanya
melakukan konsultasi dengan dokter spesialis obstetri dan ginekologi. Setelah
itu, penanganan akan dilanjutkan oleh dokter spesialis dari tim FIV untuk
menentukan waktu pelaksanaan program. Tahap selanjutnya adalah pemeriksaan awal
terhadap pasutri, yang meliputi pemeriksaan fisik dan laboratorium. Untuk
suami, pemeriksaan fisik meliputi perkembangan seksual dan ciri-ciri seks
sekunder, pemeriksaan organ reproduksi lain, kemampuan ereksi, dan ejakulasi.
Sedangkan untuk
pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan darah dan urin lengkap untuk
menilai ada tidaknya penyakit-penyakit yang bisa mempengaruhi keberhasilan
program, misalnya saja penyakit kencing manis (diabetes mellitus), penyakit
hati, penyakit tiroid, penyakit ginjal, HIV (jika ada petunjuk ke arah itu),
sindrom antifosfolipid, serta infeksi TORSH-KM (toksoplasma, rubella,
sitomegalus, herpes, klamidia, mikoplasma). Sementara pemeriksaan pada pihak
istri meliputi pemeriksaan perkembangan seksual (payudara dan sebaran rambut),
pemeriksaan organ reproduksi, dan pemeriksaan laboratorium (sama seperti yang
dilakukan suami). Pada pemeriksaan organ reproduksi, dokter biasanya akan
dibantu oleh sejumlah alat canggih seperti ultrasonografi, histeroskopi, dan
laparoskopi.
Dengan alat-alat
itu, tim dokter bisa melihat keadaan rahim, serta bentuk dan potensi saluran
telur. Selain pemeriksaan-pemeriksaan tersebut, istri juga menjalani pemantauan
ovulasi. Setelah semua tahap awal selesai dan tidak ditemukan kelainan, maka
pasutri ini siap menjalani tahap berikutnya, yaitu mempertemukan sel telur dan
sperma dengan menggunakan cawan biakan dibantu mikroskop khusus. Ini semua
dilakukan di laboratorium dengan pengawasan yang ketat, sampai terjadinya
pembuahan dan perkembangan awal embrio. Pengawasan yang ketat itu dilakukan
agar embrio yang masih sensitif tersebut terjaga dari segala macam bentuk
gangguan, misalnya saja bau cat, parfum, atau lainnya. Seperti dijelaskan oleh
dokter HR Nurhidayat Kusuma SpOG, spesialis obstetri dan ginekologi dari Rumah
Sakit Ibu dan Anak Budhi Jaya, Jakarta Selatan, sel telur yang sudah dibuahi
dibiarkan 2-3 hari dalam pengeram (inkubator) agar membelah diri menjadi 4-8
sel. Setelah itu, embrio dimasukkan ke dalam rahim, dan proses perkembangan
embrio selanjutnya berlangsung seperti kehamilan biasa. Program bayi tabung
sebagai salah satu teknik rekayasa reproduksi memiliki sejumlah keunggulan dan
kelemahan.
Hal ini tentu
patut dipertimbangkan oleh pasutri yang menginginkan anak dan berniat mengikuti
program ini. Keunggulan program bayi tabung adalah dapat memberikan peluang
kehamilan bagi pasutri yang sebelumnya menjalani pengobatan infertilitas biasa,
namun tidak pernah membuahkan hasil. Sedangkan kelemahan dari program ini
adalah tingkat keberhasilannya yang belum mencapai 100 persen. Di Indonesia
misalnya, tingkat keberhasilan tertinggi program bayi tabung dicapai oleh Rumah
Sakit Harapan Kita, Jakarta, yaitu 50 persen. Sedangkan di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo mencapai 30-40 persen. Kelemahan lainnya adalah, rentang waktu
untuk mengikuti program ini cukup lama dan memerlukan biaya yang mahal,
berkisar antara 35 juta rupiah - 40 juta rupiah. Satu hal lagi, program ini
sering kali tak bisa sekali jadi, sehingga perlu diulang. Selain di Jakarta,
program bayi tabung juga sudah bisa dilakukan di beberapa kota lain di
Indonesia misalnya, Surabaya (RS Budi Mulya dan RS Dr Soetomo), juga Semarang,
dan Yogyakarta.
Jika Bayi Tabung Menjadi Pilihan
Sebagai salah satu
teknik rekayasa reproduksi, program bayi tabung memiliki sejumlah keunggulan
dan kelemahan. Apa sajakah itu? Anak adalah dambaan setiap pasangan suami istri
(pasutri). Tapi faktanya, tak semua pasutri dapat dengan mudah memperoleh keturunan.
Data menunjukkan, 11-15 persen pasutri usia subur mengalami kesulitan untuk
memperoleh keturunan, baik karena kurang subur (subfertil) atau tidak subur
(infertil).
Kini, seiring
makin majunya ilmu dan teknologi kedokteran, sebagian besar dari penyebab
infertilitas (ketidaksuburan) telah dapat diatasi dengan pemberian obat atau
operasi. Namun, sebagian kasus infertilitas lainnya ternyata perlu ditangani
dengan teknik rekayasa reproduksi, misalnya inseminasi buatan, dan pembuahan
buatan seperti tandur alih gamet intra-tuba, tandur alih zigot intra-tuba,
tandur alih pronuklei intra-tuba, suntik spermatozoa intra-sitoplasma, dan
fertilisasi in vitro. Nah, yang disebut terakhir (fertilisasi in vitro/FIV),
lebih dikenal dengan sebutan bayi tabung. Ini merupakan salah satu teknik hilir
pada penanganan infertilitas.
Teknik ini
dilakukan untuk memperbesar kemungkinan kehamilan pada pasutri yang telah
menjalani pengobatan fertilitas lainnya, namun tidak berhasil atau tidak
memungkinkan. Artinya, FIV merupakan muara dari penanganan infertilitas. Dalam
FIV, spermatozoa suami dipertemukan dengan ovum (sel telur) istrinya di luar
tubuh hingga tercapai pembuahan. Menurut Prof Dr Ichramsjah A Rachman SpOG(K),
spesialis obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
(FKUI), kehamilan akan terjadi jika semua alat reproduksi berfungsi sebagaimana
mestinya. Sebaliknya, jika salah satu alat reproduksi tidak berfungsi, misalnya
saluran tuba sang istri mengalami penyumbatan sehingga menghalangi masuknya sperma,
maka hal ini bisa menyebabkan sperma dan sel telur tidak bertemu. ''Jika ini
yang terjadi, bagaimana bisa terjadi kehamilan. Nah, biasanya karena alasan ini
pasutri memutuskan untuk mengikuti program ini (bayi tabung),'' kata
Ichramsjah.
Bertahap
Program bayi
tabung ini dilakukan secara bertahap. Dimulai dengan pendaftaran diri oleh
pasutri yang berminat mengikuti program ini. Pada tahap ini, peserta biasanya
melakukan konsultasi dengan dokter spesialis obstetri dan ginekologi. Setelah
itu, penanganan akan dilanjutkan oleh dokter spesialis dari tim FIV untuk
menentukan waktu pelaksanaan program. Tahap selanjutnya adalah pemeriksaan awal
terhadap pasutri, yang meliputi pemeriksaan fisik dan laboratorium. Untuk
suami, pemeriksaan fisik meliputi perkembangan seksual dan ciri-ciri seks
sekunder, pemeriksaan organ reproduksi lain, kemampuan ereksi, dan ejakulasi.
Sedangkan untuk
pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan darah dan urin lengkap untuk
menilai ada tidaknya penyakit-penyakit yang bisa mempengaruhi keberhasilan
program, misalnya saja penyakit kencing manis (diabetes mellitus), penyakit
hati, penyakit tiroid, penyakit ginjal, HIV (jika ada petunjuk ke arah itu),
sindrom antifosfolipid, serta infeksi TORSH-KM (toksoplasma, rubella, sitomegalus,
herpes, klamidia, mikoplasma). Sementara pemeriksaan pada pihak istri meliputi
pemeriksaan perkembangan seksual (payudara dan sebaran rambut), pemeriksaan
organ reproduksi, dan pemeriksaan laboratorium (sama seperti yang dilakukan
suami). Pada pemeriksaan organ reproduksi, dokter biasanya akan dibantu oleh
sejumlah alat canggih seperti ultrasonografi, histeroskopi, dan laparoskopi.
Dengan alat-alat
itu, tim dokter bisa melihat keadaan rahim, serta bentuk dan potensi saluran
telur. Selain pemeriksaan-pemeriksaan tersebut, istri juga menjalani pemantauan
ovulasi. Setelah semua tahap awal selesai dan tidak ditemukan kelainan, maka
pasutri ini siap menjalani tahap berikutnya, yaitu mempertemukan sel telur dan
sperma dengan menggunakan cawan biakan dibantu mikroskop khusus. Ini semua
dilakukan di laboratorium dengan pengawasan yang ketat, sampai terjadinya
pembuahan dan perkembangan awal embrio. Pengawasan yang ketat itu dilakukan
agar embrio yang masih sensitif tersebut terjaga dari segala macam bentuk gangguan,
misalnya saja bau cat, parfum, atau lainnya. Seperti dijelaskan oleh dokter HR
Nurhidayat Kusuma SpOG, spesialis obstetri dan ginekologi dari Rumah Sakit Ibu
dan Anak Budhi Jaya, Jakarta Selatan, sel telur yang sudah dibuahi dibiarkan
2-3 hari dalam pengeram (inkubator) agar membelah diri menjadi 4-8 sel. Setelah
itu, embrio dimasukkan ke dalam rahim, dan proses perkembangan embrio
selanjutnya berlangsung seperti kehamilan biasa. Program bayi tabung sebagai
salah satu teknik rekayasa reproduksi memiliki sejumlah keunggulan dan
kelemahan.
Hal ini tentu
patut dipertimbangkan oleh pasutri yang menginginkan anak dan berniat mengikuti
program ini. Keunggulan program bayi tabung adalah dapat memberikan peluang
kehamilan bagi pasutri yang sebelumnya menjalani pengobatan infertilitas biasa,
namun tidak pernah membuahkan hasil. Sedangkan kelemahan dari program ini
adalah tingkat keberhasilannya yang belum mencapai 100 persen. Di Indonesia
misalnya, tingkat keberhasilan tertinggi program bayi tabung dicapai oleh Rumah
Sakit Harapan Kita, Jakarta, yaitu 50 persen. Sedangkan di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo mencapai 30-40 persen. Kelemahan lainnya adalah, rentang waktu
untuk mengikuti program ini cukup lama dan memerlukan biaya yang mahal,
berkisar antara 35 juta rupiah - 40 juta rupiah. Satu hal lagi, program ini
sering kali tak bisa sekali jadi, sehingga perlu diulang. Selain di Jakarta,
program bayi tabung juga sudah bisa dilakukan di beberapa kota lain di
Indonesia misalnya, Surabaya (RS Budi Mulya dan RS Dr Soetomo), juga Semarang,
dan Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar